QCP 2018 ini sangat luar, memberikan kesan unik, baru, dan segar. Aktivitas yang telah diinisiasi sejak awal tahun 2000-an, sampai saat ini bertujuan untuk menciptakan suasana yang guyub di Prodi TI Ubaya. Diharapkan dengan suasana yang guyub, dosen maupun karyawan dapat lebih mengenal satu sama lain dalam sisi berbeda, di luar rutinitas sehingga afeksi dan kerja sama akan terjalin lebih erat dan performa ke depannya akan lebih meningkat.
Tema QCP 2018 adalah “Learn From The Past, Prepare For The Future”. Kami belajar dari masa lalu melalui kunjungan ke Museum Trowulan, Sleeping Budha (Maha Vihara Majapahit), dan Gubug Wayang yang semuanya berada di Mojokerto.
Di Museum Trowulan, kami menerima penjelasan yang sangat detail dan rinci dari Pak Didik yang bagi kami seperti guru besar sejarah karena setiap pertanyaan detail dan “nyeleneh” dapat dijawab dengan memuaskan. Pada jaman Majapahit, pasar tidak hanya di satu tempat saja. Ada pasar kliwon, legi, pahing, wage, dan pon yang terletak di lima tempat berbeda. Ketika salah satu pasar buka, pasar yang lainnya tutup sehingga masyarakat akan berinteraksi sesuai pasar yang buka. Ekonomi berputar tidak hanya berkonsentrasi di suatu tempat saja. Cara utama masyarakat menuju pasar yang buka, paling banyak melalui sungai dengan menggunakan perahu. Kerjaan Majapahit dikelilingi banyak sungai sebagai media transportasi maupun pencegahan terhadap banjir (pada zaman itu telah ada sistem drainase yang bagus). Pembangunan candi sampai rumah penduduk juga telah memikirkan sistem drainase yang juara.
Orang-orang menamainya Sleeping Budha. Nama tempat ini adalah sebenarnya Mahavihara Majapahit, tempat peribadatan umat Budha yang bukan tempat wisata karena tidak ada izin wisata. Namun siapapun dari agama apapun dapat menggunakan fasilitas-fasilitasnya dan juga dibuka untuk masyarakat umum. Memiliki gedung peribadatan dengan nama Sasono Bhakti, bentuknya mirip joglo. Kita harus belajar seperti para biksu yang sangat legowo membiarkan para pengunjung yang entah dari mana untuk bersanding dengan para biksu yang menjalankan ritual dalam sunyi. Seperti juga halnya Ubaya yang sarat dengan multikulturnya.
Di Museum Gubug Wayang, kami melihat berbagai macam wayang dan boneka aneka bentuk berjejer rapi, menggambarkan betapa panjangnya proses kreativitas hingga berwujud karya yg dinikmati dan diminati khalayak. Betapa tiap daerah punya ciri yg berbeda, rumit di detail dan makna.
Di UTC Trawas, kami memandang ketinggian Gunung Arjuno, jajaran persawahan yang berderet rapi, breathtaking moment sambil mengingat, nikmat mana yang kau dustai. Hidup di Indonesia dengan beragam budaya, kearifan lokal dan keindahan alamnya (AHK, IH, MH).